Sukses Adalah Kolaborasi

Berita & Artikel

Strategi dan Model Manajemen Konflik

Dr. Drs. Jerry Rumahlatu, M.A., M.Th.

A. PENDAHULUAN

Konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat. Tidak ada satu masyarakat di mana pun yang tidak pernah berkonflik atau mengalami konflik. Konflik akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Setiap masyarakat pasti pernah dan akan mengalami konflik. Baik itu konflik dalam skala kecil, seperti; konflik dalam keluarga, pertemanan atau antara atasan dengan bawahan. Dan konflik dalam skala besar, seperti; konflik antara golongan, antara suku, antara agama, bahkan konflik antara negara.

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Konflik dalam bahasa Inggris conflict berarti bertentangan atau perselisihan. Konflik dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan individual yang dibawanya ketika berinteraksi. Perbedaan individual tersebut menyangkut perbedaan ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan atau agama, kebiasaan, dan lain sebagainya. Dengan dibawanya ciri-ciri individual ini dalam berinteraksi sosial, maka potensi konflik dapat muncul kapan saja.

Selain itu terdapat faktor kebudayaan, kebudayaan masing-masing daerah memiliki kekhasan dan keunikannya sendiri-sendiri yang dapat membentuk karakter, sifat dan kepribadian seseorang. Terdapat pula faktor kepentingan, perlu disadari bahwa setiap individu maupun kelompok memiliki kepentingan masing-masing yang diperjuangkan. Kepentingan tersebut antaranya; kepentingan dalam hal ekonomi, sosial, maupun politik. Terdapat pula perbedaan pandangan dan kepentingan, interaksi sosial yang kurang harmonis, dan perubahan sosial yang terjadi secara alami, pada dasarnya manusia senantiasa mengalami perubahan. Semuanya ini merupakan faktor penyebab terjadinya konflik. Karena konflik merupakan hal yang wajar, maka hal yang terpenting adalah bagaimana menyelesaikan atau mengelola konflik.

Istilah strategi dipakai dalam berbagai disiplin ilmu termasuk kepemimpinan. Strategi tidak lain adalah rencana yang cermat untuk mencapai tujuan khusus. Apabila digabungkan dengan konflik menjadi strategi konflik maka dapat dikatakan sebagai rencana yang cermat dalam mengelola dan menyelesaikan berbagai konflik yang ada. Yang perlu dipahami bahwa konflik tidak mungkin dihindari dalam kehidupan manusia. Setiap orang pasti mengalami konflik dalam dirinya. Yang harus dilakukan adalah bagaimana konflik tersebut dipahami, dikelola, dan diselesaikan secara profesional.

Adapun model manajemen konflik memiliki pengertian sebagai pendekatan yang digunakan untuk menyelesaikan konflik. Model manajemen konflik sangat penting dimengerti dan dipahami agar memberikan informasi yang akurat dan lengkap bagaimana menafsirkan, mengklasifikasi, mengelola, dan menyelesaikan konflik secara profesional. Hal ini penting karena manusia tidak mungkin tidak menghadapi dan mengalami konflik dalam hidupnya.

Selain itu dengan mengetahui dan memahami manajemen konflik akan sangat berguna dalam kehidupan pribadi, dalam kerja sama, kelangsungan hubungan dengan pihak lain, juga dalam memberikan bantu menyelesaikan konflik yang terjadi dalam keluarga, tim atau komunitas, kelompok yang lebih besar, hingga di masyarakat.

 

B. PEMBAHASAN

1. Strategi Manajemen Konflik

Istilah strategi awalnya digunakan dalam dunia militer yang diartikan sebagai cara menggunakan seluruh kekuatan militer untuk memenangkan pertempuran atau peperangan. Peran pengatur strategi dalam memenangkan pertempuran diawali dengan mempelajari seluk-beluk lawan baik secara kuantitas maupun kualitas, antaranya; kemampuan personal, jumlah lawan, kekuatan atau kelemahan lawan, dan lain sebagainya. Jika informasi telah dikumpulkan, barulah dibuat perencanaan, penerapan tindakan-tindakan, juga pengembangan, kebijakan sampai pada evaluasi. Jelas bahwa strategi digunakan untuk mencapai keberhasilan atau tujuan yang telah ditetapkan.

Istilah strategi kini telah banyak diadopsi dan dipakai dalam berbagai disiplin ilmu termasuk kepemimpinan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) salah satu arti strategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Jika dikaitkan dengan konflik maka secara sederhana strategi konflik dapat dikatakan sebagai rencana yang cermat dalam mengelola dan menyelesaikan berbagai konflik yang ada.

Strategi konflik dapat dipahami sebagai sebuah proses yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik atau pihak ketiga yang berperan sebagai pengelola atau yang menyelesaikan konflik dengan tujuan menemukan kesepakatan dan kesepahaman untuk menyelesaikan konflik sesuai yang diharapkan kedua belah pihak. Karena konflik sudah dipastikan tidak mungkin dihindari, maka yang terpenting adalah bagaimana konflik itu dapat dipahami, dikelola, dan diselesaikan secara profesional. Dalam memahami, mengelola, dan menyelesaikan konflik secara profesional diperlukan strategi yang cermat dan tepat untuk menempatkan konflik dalam kondisi atau level yang wajar, tujuannya konflik tidak bermanifestasi luas, yang dapat memunculkan tindakan yang merugikan. Jika konflik ada pada level yang wajar, maka konflik menjadi sarana menghasilkan performa maksimal. Strategi manajemen konflik merupakan cara yang dibuat untuk upaya mengelola dan menyelesaikan konflik dengan efektif.

Blake dan Mouton mengatakan; ada beberapa cara atau style dalam strategi manajemen konflik, yaitu:

  • Withdrawing/Avoiding. Menghindari sumber potensi konflik yang berdampak konflik tidak terselesaikan.
  • Smoothing/Accomodating. Menekankan pada area kesepakatan ketimbang area perbedaan yang berdampak pada solusi jangka pendek.
  • Compromizing. Mencari dan tawar-menawar yang akan membawa pada beberapa tingkat kepuasan semua pihak yang berdampak pada penyediaan penyelesaian yang definitive.
  • Forcing. Memaksa satu sudut pandang dengan biaya pihak lain, menawarkan solusi win-lose. Ini dapat menghasilkan pada perasaan tidak nyaman yang mungkin akan terjadi pada bentuk yang lain.
  • Collaborating. Menggabungkan beberapa cara pandang dan wawasan dari perspektif yang berbeda yang membawa konsensus dan komitmen. Ini dapat menghasilkan resolusi jangka panjang.
  • Confronting/Problem solving: Penanganan konflik sebagai suatu masalah yang harus diselesaikan dengan memeriksa alternatif, persyaratan yang diberikan, mengambil sikap, dan membuka pembicaraan. Ini menghasilkan resolusi yang maksimum.

Menurut Steven (2000), terdapat lima strategi atau langkah dalam meraih kedamaian dalam konflik, apa pun sumber konflik tersebut. Kelima langkah tersebut:

  • Pengenalan

Kesenjangan antara keadaan yang ada diidentifikasi, dan bagaimana keadaan yang seharusnya. Satu-satunya yang menjadi perangkap adalah kesalahan dalam mendeteksi yaitu tidak mempedulikan masalah atau menganggap ada masalah pada hal sebenarnya tidak ada.

  • Diagnosis

Inilah langkah yang terpenting. Metode yang benar dan telah diuji mengenai siapa, mengapa, apa, di mana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna. Pusatkan perhatian pada masalah utama dan bukan pada hal-hal sepele.

  • Menyepakati suatu solusi

Kumpulkanlah masukan mengenai jalan keluar yang memungkinkan dari orang-orang yang terlibat di dalamnya. Lalu saringlah penyelesaian yang tidak dapat diterapkan atau tidak praktis. Jangan sekali-kali menyelesaikan dengan cara yang tidak terlalu baik. Carilah cara yang terbaik.

  • Pelaksanaan

Ingatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian. Hati-hati jangan biarkan pertimbangan ini terlalu mempengaruhi pilihan dan arah kelompok.

  • Evaluasi

Pilihan penyelesaian itu sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru. Jika penyelesaiannya tampak tidak berhasil, kembalilah ke langkah-langkah sebelumnya dan coba lagi.

Stevenin (2002) lebih lanjut menjelaskan bahwa ada hal-hal yang tidak boleh dilakukan ketika mengalami konflik, yaitu:

  • Jangan hanyut dalam perebutan kekuasaan dengan orang lain. Ada pepatah dalam masyarakat yang tidak dapat dipungkiri, bunyinya: bila wewenang bertambah maka kekuasaan pun berkurang, demikian pula sebaliknya.
  • Jangan terlalu terpisah dari konflik. Dinamika dan hasil konflik dapat ditangani paling baik dari dalam, tanpa melibatkan pihak ketiga.
  • Jangan biarkan visi dibangun oleh konflik yang ada. Jagalah cara pandang dengan berkonsentrasi hanya pada masalah-masalah penting. Masalah yang paling mendesak belum tentu merupakan kesempatan yang terbesar.

Pandangan lebih rinci disampaikan oleh Wijono (1993) dengan mengklasifikasi tentang strategi mengatasi berbagai konflik, yang penulis singkat dalam uraian sebagai berikut:

  • Strategi mengatasi konflik dalam diri individu (Intraindividual Conflict). Untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling tidak tujuh strategi yaitu:
    • Menciptakan kontak dan membina hubungan
    • Menumbuhkan rasa percaya dan penerimaan
    • Menumbuhkan kemampuan/kekuatan diri sendiri
    • Menentukan tujuan
    • Mencari beberapa alternatif
    • Memilih alternatif
    • Merencanakan pelaksanaan jalan keluar
  • Strategi mengatasi konflik antarpribadi (Interpersonal Conflict). Untuk mengatasi konflik antarpribadi, maka individu memerlukan paling tidak tiga strategi yaitu:
  • Strategi Kalah-Kalah (Lose-Lose Strategy)

Dalam strategi kalah-kalah, konflik bisa diselesaikan dengan cara melibatkan pihak ketiga bila perundingan mengalami jalan buntu. Pihak ketiga diundang untuk campur tangan oleh pihak-pihak yang berselisih. Ada dua tipe campur tangan pihak ketiga yaitu:

  • Arbitrasi (Arbitration). Arbitrasi merupakan prosedur di mana pihak ketiga mendengarkan kedua belah pihak yang terlibat perselisihan, pihak ketiga bertindak sebagai hakim dan penengah dalam menentukan sebuah penyelesaian konflik melalui suatu perjanjian mengikat.
  • Mediasi (Mediation). Mediasi dipergunakan oleh Mediator untuk menyelesaikan konflik tidak seperti yang diselesaikan abriator, seorang mediator tidak mempunyai wewenang secara langsung terhadap pihak-pihak yang bertikai. Rekomendasi yang diberikan tidak mengikat.
  • Strategi Menang-Kalah (Win-Lose Strategy)

Strategi saya menang anda kalah (win lose strategy), menekankan adanya salah satu pihak yang kalah tetapi pihak yang lain memperoleh kemenangan. Beberapa cara menyelesaikan konflik dengan win-lose strategy:

  • Penarikan diri, yaitu proses penyelesaian konflik antara dua atau lebih pihak yang kurang puas sebagai akibat dari adanya ketergantungan tugas (task independence).
  • Taktik-taktik penghalusan dan damai, yaitu dengan melakukan tindakan perdamaian dengan pihak lawan untuk menghindari terjadinya konfrontasi terhadap perbedaan dan kekaburan dalam batas-batas bidang kerja (jurisdictioanal ambiquity).
  • Bujukan, yaitu dengan membujuk pihak lain untuk mengubah posisinya untuk mempertimbangkan informasi-informasi faktual yang relevan dengan konflik, karena adanya rintangan komunikasi (communication barriers).
  • Taktik paksaan dan penekanan, yaitu menggunakan kekuasaan formal dengan menunjukkan kekuatan (power) melalui sikap otoriter karena dipengaruhi oleh sifat-sifat individu (individual traits).
  • Taktik-taktik yang berorientasi pada tawar-menawar dan pertukaran persetujuan sehingga tercapai suatu kompromi yang dapat diterima oleh dua belah pihak, untuk menyelesaikan konflik yang berkaitan dengan persaingan terhadap sumber-sumber (competition for resources) secara optimal bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
  • Strategi Menang-Menang (Win-Win Strategy)

Penyelesaian yang dipandang manusiawi, karena menggunakan segala pengetahuan, sikap, dan keterampilan menciptakan relasi komunikasi dan interaksi yang dapat membuat pihak-pihak yang terlibat saling merasa aman dari ancaman, merasa dihargai, menciptakan suasana kondusif dan memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensi masing-masing dalam upaya penyelesaian konflik. Jadi strategi ini menolong memecahkan masalah pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Ada 2 cara dalam strategi ini yang dapat dipergunakan untuk alternatif pemecahan konflik interpersonal yaitu:

  • Pemecahan masalah terpadu (Integrative Problema Solving). Yaitu usaha untuk menyelesaikan konflik secara mufakat atau memadukan kebutuhan-kebutuhan kedua belah pihak.
  • Konsultasi proses antara pihak (Inter-Party Process Consultation). Dalam penyelesaian melalui konsultasi proses, biasanya ditangani oleh konsultan proses, di mana keduanya tidak mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan konflik dengan kekuasaan atau menghakimi salah satu atau kedua belah pihak yang terlibat konflik.
  • Strategi Mengatasi Konflik Organisasi (Organizational Conflict)

Ada beberapa strategi yang bisa dipakai untuk mengantisipasi terjadinya konflik organisasi di antaranya:

  • Pendekatan Birokratis (Bureaucratic Approach)

Konflik muncul karena adanya hubungan birokratis yang terjadi secara vertikal. Konflik biasanya terjadi karena pimpinan berupaya mengontrol segala aktivitas dan tindakan yang dilakukan oleh bawahannya. Strategi pemecahan masalah konflik seperti ini adalah menggantikan peraturan-peraturan birokratis untuk dapat mengontrol pribadi bawahannya.

  • Pendekatan Intervensi Otoritatif Dalam Konflik Lateral (Authoritative Intervention in Lateral Conflict)

Bila terjadi konflik lateral, biasanya akan diselesaikan sendiri oleh pihak-pihak yang terlibat konflik. Jika konflik tersebut ternyata tidak dapat diselesaikan secara konstruktif, biasanya manajer langsung melakukan intervensi secara otoratif kedua belah pihak.

  • Pendekatan Sistem (System Approach)

Pada model pendekatan perundingan menekankan pada masalah-masalah kompetisi dan model pendekatan birokrasi lebih menekankan pada kesulitan-kesulitan dalam kontrol, maka dalam pendekatan sistem atau system approach adalah mengkoordinasikan masalah-masalah konflik yang muncul.

  • Reorganisasi Struktural (Structural Reorganization)

Reorganisasi struktural yaitu guna meluruskan perbedaan kepentingan dan tujuan yang hendak dicapai kedua belah pihak, seperti membentuk wadah baru dalam organisasi non-formal untuk mengatasi konflik yang berlarut-larut sebagai akibat adanya saling ketergantungan tugas dalam mencapai kepentingan dan tujuan yang berbeda sehingga fungsi organisasi menjadi kabur.

Strategi dalam penangan konflik dikemukakan juga oleh Spiegel (1994) dalam lima bentuk tindakan yakni:

  • Berkompetisi

Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat. Kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang-kalah (win-lose solution) akan terjadi di sini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan-bawahan, di mana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan.

  • Menghindari konflik

Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situasi tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik yang terjadi, situasi menang kalah terjadi lagi di sini. Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, dan membekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

  • Akomodasi

Akomodasi apabila kita bersedia mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifice behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini.

  • Kompromi

Tindakan ini dilakukan jika kedua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama-sama penting dan hubungan baik menjadi yang utama. Masing-masing pihak bersedia atau mau mengorbankan sebagian kepentingannya untuk bisa mendapat situasi menang-menang (win-win solution).

  • Berkolaborasi

Berkalaborasi yaitu apabila menciptakan situasi menang-menang dengan saling bekerja sama. Sama-sama menang di mana individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja sama. Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan  saling memperhatikan satu sama lainnya.

Berbagai penjelasan di atas jika disederhanakan maka dapat dijelaskan bahwa strategi manajemen konflik adalah:

  • Strategi kompetisi atau strategi kalah menang, yaitu suatu penyelesaian masalah dengan kekuasaan.
  • Strategi kolaborasi, atau strategi menang-menang, yaitu pihak yang berkonflik terlibat secara bersama-sama untuk mencari penyelesaian konflik yang dapat menguntungkan kedua belah pihak.
  • Strategi penghindaran atau strategi menjauhi sumber konflik, yaitu suatu strategi mengalihkan persoalan yang terjadi sehingga konflik itu tidak bermanefestasi dalam berbagai bentuk yang dapat merugikan.
  • Strategi akomodasi atau strategi mengalah, yaitu strategi yang menempatkan kepentingan lawan di atas kepentingan sendiri.
  • Strategi kompromi atau strategi kalah-kalah, yaitu pihak-pihak yang terlibat konflik secara sama-sama mau dan rela mengorbankan sebagian tujuan yang ingin dicapainya untuk bisa mendapatkan hasil.

2. Model Manajemen Konflik

Model manajemen konflik atau yang disebut pendekatan manajemen konflik merupakan suatu pola yang dapat digunakan dalam menyelesaikan konflik. Pandangan William Hendricks tentang model atau pendekatan menyelesaikan konflik, dalam http://leader-street.blogspot.com diakses Novermber 2011 dan telah penulis singkat seperti berikut:

  • Model penyelesaian konflik dengan mempersatukan (Integrating)

Pada pendekatan ini diperlukan adanya keinginan untuk mengamati perbedaan yang ada, dan mencari solusi yang dapat diterima oleh semua pihak. Model penyelesaian konflik jenis ini secara tipikal diasosiasikan dengan pemecahan masalah, efektif bila isu konflik adalah kompleks. Model integrating dapat mendorong tumbuhnya berpikir kreatif (creative thinking).

Penyelesaian konflik dengan mempersatukan menekankan diri sendiri dan orang lain dalam mensintesiskan informasi dari perspektif yang divergen (berbeda). Sebaliknya, penyelesaian konflik model ini tidak efektif bila kelompok yang berselisih kurang memiliki komitmen atau kurang meluangkan waktu, karena model ini membutuhkan waktu yang sangat panjang. Penyelesaian dengan model ini juga dapat menimbulkan frustasi terutama dalam konflik tingkat tinggi karena penalaran dan pertimbangan rasional seringkali dikalahkan oleh komitmen emosional untuk suatu posisi.

  • Model penyelesaian konflik dengan kerelaan untuk membantu (obliging)

Penyelesaian konflik model obliging menempatkan nilai yang tinggi untuk orang lain sementara dirinya sendiri dinilai rendah. Strategi rela membantu berperan dalam menyempitkan perbedaan antara kelompok dan mendorong mereka untuk mencari persamaan yang mendasar. Model obliging bila digunakan secara efektif, dapat mengawetkan dan melanggengkan hubungan. Penyelesaian konflik model ini tanpa disadari, dapat dengan cepat membuat orang untuk rela mengalah.

  • Model penyelesaian konflik dengan mendominasi (dominating)

Model dominating adalah lawan dari model obliging, penekanannya pada diri sendiri, model mendominasi ini meremehkan kepentingan orang lain. Model ini adalah strategi yang efektif bila suatu keputusan yang cepat dibutuhkan atau jika persoalan tersebut kurang penting. Model dominasi akan memaksa orang lain untuk menaruh perhatian pada seperangkat kebutuhan spesifik. Penyelesaian konflik dengan model dominasi sangat membantu jika di sini kurang pengetahuan atau keahlian mengenai isu yang menjadi konflik.

  • Model penyelesaian konflik dengan menghindar (avoiding)

Penyelesaian konflik model ini memiliki aspek negatif di antaranya menghindar dari tanggung jawab atau mengelak dari suatu isu. Seorang pemimpin yang menggunakan strategi ini akan lari dari peristiwa yang dihadapi, atau meninggalkan pertarungan yang ada untuk mendapatkan hasil. Bila suatu isu tidaklah penting, maka model menghindar diperbolehkan untuk maksud mendinginkan konflik yang terjadi, namun di lain pihak model ini dapat membuat frustasi orang lain karena penyelesaian konflik lambat.

  • Model penyelesaian konflik dengan kompromi (compromising)

Dalam model ini perhatian pada diri sendiri maupun orang lain berada dalam tingkatan yang sedang. Hal ini adalah orientasi jalan tengah. Dalam model kompromi, setiap orang memiliki sesuatu untuk diberikan dan siap menerima sesuatu. Kompromi paling efektif sebagai alat bila isu itu kompleks atau bila ada keseimbangan kekuatan. Kompromi hampir selalu dijadikan sarana oleh semua kelompok yang berselisih untuk memberikan sesuatu, untuk mendapat jalan keluar atau pemecahan.

Sedangkan Ury, Brett dan Goldberg dalam (Tinsley, 1998) mengajukan tiga model pengelolaan konflik, yaitu:

  • Deffering to status power

Individu dengan status yang lebih tinggi memiliki kekuasaan untuk membuat dan memaksakan solusi konflik yang ditawarkan. Status sosial memegang peranan dalam menentukan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan.

  • Applying regulations

Model ini ditekankan oleh asumsi bahwa interaksi sosial diatur oleh hukum universal. Di mana peraturan diterapkan secara merata pada seluruh anggota. Peraturan dibakukan untuk menggambarkan hukuman dan penghargaan yang diberikan berdasarkan pada perilaku yang dilakukan, bukan berdasarkan orang yang terlibat.

  • Integrating interest

Model ini menekankan pada perhatian pihak yang terlibat, untuk membuat hasilnya lebih bermanfaat bagi mereka daripada tidak mendapatkan kesepakatan satu pun. Di sini masing-masing pihak saling berbagi minat, prioritas, untuk menemukan penyelesaian yang dapat mempertemukan minat mereka masing-masing.

Model penyelesaian konflik sangat penting dimengerti dan dipahami oleh setiap orang untuk memberikan informasi yang lengkap bagaimana menafsirkan, mengklasifikasi, mengelola, dan menyelesaikan konflik secara profesional. Dengan mengetahui model penyelesaian konflik akan meningkatkan pemahaman kita terhadap konflik, dapat memilih alternatif model penyelesaian konflik secara tepat dan terbaik pada situasi yang sedang terjadi, dan dapat bertindak secara bijaksana. Karena konflik menjadi bagian dari kehidupan manusia, diharapkan manusia mampu menekan, mengelola, dan menyelesaikan konflik yang dihadapinya dengan baik.

Mengapa setiap orang harus memahami strategi manajemen konflik, karena setiap orang pasti menghadapi konflik dalam hidupnya. Baik ketika sedang terlibat konflik atau berada dalam situasi konflik, maupun ketika menjadi penengah atau pihak ketiga yang menyelesaikan konflik. Konflik dapat berdampak positif jika dimanajemeni dengan baik. Terkadang konflik dibutuhkan untuk memberikan persaingan yang positif dalam kelompok. Jika konflik dirasa perlu ada untuk menaikkan daya kreativitas dan cara berpikir kreatif maka konflik harus dijaga pada level yang wajar. Tujuannya agar tidak bermanifestasi dalam bentuk-bentuk perilaku yang tidak baik yang dapat merugikan.

Jika peran kita sebagai pihak ketiga atau mediator, yang berperan menyelesaikan konflik, hendaknya juga memperhatikan kemampuan intelektual dan kepribadian pihak-pihak yang berkonflik. Pemahaman akan isu konflik perlu ditekankan dan memahami karakter kepribadian seperti sifat kecenderungan untuk mengontrol juga menguasai, agresivitas, mampu bersikap kooperatif, dan kompetitif, selain itu kemampuan untuk berempati, dan keinginan untuk menemukan pola-pola penyelesaian konflik. Semuanya diperlukan sebagai pertimbangan agar konflik dapat dikelola dan penyelesaian yang diperoleh baik. Hasil yang diperoleh akan memberikan perubahan dan perkembangan  positif.

 

C. PENUTUP

Konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat. Tidak ada masyarakat yang tidak pernah mengalami konflik. Konflik akan terus ada selama masyarakat ada, atau dengan kata lain konflik hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat. Konflik itu bisa berskala kecil dan berskala besar. Konflik ada karena dilatarbelakangi, antara lain; perbedaan individual, kebudayaan, adanya kepentingan yang diperjuangkan, karena perbedaan pandangan dan kepentingan atau sasaran, dan adanya perubahan sosial yang terjadi secara alami.

Karena konflik tidak benar-benar bisa dihilangkan maka hal yang terpenting adalah bagaimana mengelola dan menyelesaikan konflik itu dengan baik dan bijaksana. Jika konflik dikelola dengan baik akan memberikan kesempatan untuk dapat menjadi pribadi yang lebih matang dan dewasa secara emosional, sosial, dan agama. Secara lebih luas dapat menumbuhkan pemahaman dan kesadaran untuk dapat hidup dalam kebersamaan dengan harmonis, saling menghargai dan menerima perbedaan individual, budaya, menghormati keyakinan dan agama orang lain dan dapat menumbuhkan sikap toleransi, serta berdampak kemajuan bersama.

Untuk dapat menyelesaikan konflik dibutuhkan strategi konflik dan model manajemen konflik. Strategi konflik yaitu rencana yang cermat dalam mengelola dan menyelesaikan berbagai konflik yang ada. Strategi konflik sangat diperlukan oleh pihak-pihak yang berkonflik atau pihak ketiga yang berperan sebagai pengelola atau yang menyelesaikan konflik agar dapat menemukan kesepakatan maupun penyelesaian yang terbaik bagi pihak-pihak yang terlibat dalam konflik.

Konflik sudah dipastikan tidak mungkin dihindari, maka yang penting adalah bagaimana konflik tersebut dipahami, dikelola, dan diselesaikan secara profesional. Dalam hal inilah diperlukan strategi agar konflik yang ada tidak merugikan, sebaliknya konflik menjadi sarana menghasilkan perubahan dan untuk meningkatkan performa maksimal.

Model manajemen konflik merupakan suatu pola yang dapat digunakan dalam menyelesaikan konflik. Ada beberapa model manajemen konflik yaitu: Model Mempersatukan (Integrating); Model kerelaan untuk membantu (obliging); Model mendominasi (dominating); Model menghindar (avoiding); Model kompromi (compromising). Ada pula yang menyebut dengan istilah: Deffering to status power, Applying regulations, and Integrating interest.

Yang penting adalah model penyelesaian konflik sangat penting untuk dipahami dan untuk dikuasai agar dapat memberikan informasi lengkap bagaimana menafsirkan, mengklasifikasi, mengelola, dan menyelesaikan konflik secara profesional. Dengan memahami model penyelesaian konflik akan meningkatkan keterampilan kita dalam mengelola dan menyelesaikan konflik.

Dapat memilih alternatif model penyelesaian konflik secara tepat dan terbaik pada situasi yang sedang terjadi, dan dapat bertindak secara bijaksana dalam menyelesaikan konflik. Karena konflik menjadi bagian dari kehidupan manusia, diharapkan manusia memiliki pemahaman strategi manajemen konflik dan berupaya memiliki keterampilan menyelesaikan konflik dengan cara belajar menguasai model manajemen konflik. Cara ini akan menolong setiap orang cakap menghadapi dan menyelesaikan konflik yang ada.

 

KEPUSTAKAAN

http://jurnal-sdm.blogspot.com/2010/04/manajemen-konflik-definisi-ciri-sumber.html

http://leader-street.blogspot.com diakses Novermber 2011

Ltd dan Pt. Prenhallindo. Megginson. L.C., Franklin, G.M., & Byird, M.J., 1995. Human Resources Management. Ohio: South Western College Publishing. Buford,

Robbins, Stephen P. 1974. Managing Organizational Confict, Prentice hall Englewood Cliffs, New York.

 

Ayo Donasi

Mari kita berikan dukungan dengan melakukan donasi untuk membantu mereka yang membutuhkan!
Scroll to Top

005-014.195.1

A/N : Jerry Rumahlatu

Chat WhatsApp
1
Butuh Bantuan?
Lembaga Araxie Center Ministry Indonesia (LACMI) bergerak di bidang penerbitan buku, seminar, webinar, pendidikan, memberi pelayanan dan pendampingan konseling.

Hubungi untuk mengetahui informasi lebih lanjut.